Minggu, 28 Oktober 2012

Aku Bukan Robot

Aku sekarang di semester 7
Aku duduk di depan
Aku belajar ketika ujian
Aku mahasiswa normal
Aku dengan nilai normal

Aku yakin aku tidak bodoh
Aku hanyalah sedikit malas
Aku hanya tidak terlalu tertarik
Aku hanya bekerja semampuku
Aku selalu menyerahkan pada-Nya

Aku teremenung heran
Aku terlalu dituntut
Aku benci itu
Aku merasa dipaksa

Aku tak mengerti
Aku kreatif, tapi
Aku terabai
Aku tak sistematis, bahkan
Aku tak logis, menurut mereka
Aku tak matang
Aku berbeda

Aku ditanya, tapi
Aku tak kenal terminologi
Aku tak mengerti maksud adalah
Aku juga tak mau hanya menghafal adalah

Aku paham tapi tak bisa menyebut
Aku paham tapi tak bisa menjelas
Aku paham tapi tak bisa menjawab

Aku heran lagi
Aku dianggap ekspetasi terlalu tinggi
Aku heran lagi, mengapa
Aku justru malah tak ingin berusaha

Aku tak anggap tuntutan adalah motivasi
Aku tak anggap tuntutan adalah inspirasi
Aku tak anggap tuntutan adalah tuk perbaiki diri

Aku bukanlah layar datar monitor
Aku bukanlah bangku kosong yang tak merespon
Aku bukanlah mesin fotokopi jurnal
Aku bukanlah CPU dengan beribu giga data
Aku bukanlah Artificial Intellegent yang harus menuruti kata pengajarnya
Aku bukanlah robot

-------------------------------------------------------------------------------- the end

Sabtu, 27 Oktober 2012

Mbacem sebuah perilaku

Di bangku kuliah ini ada suatu budaya, yaitu Bacem. Mungkin di setiap Universitas juga ada budaya ini, tapi mungkin juga sepopuler di tempat saya ini.

Bacem adalah suatu perilaku mengumpulkan, moncontoh soal-laporan bahkan catatan dari kakak angkatan atau teman sendiri yang bertujuan untuk mempermudah proses perkuliahan. Produk dari Bacem disebut Baceman, proses melakukan bacem disebut Mbacem.

Baceman sebenarnya sah-sah saja, semua orang dari jaman dahulu kala juga melakukannya, bahkan menjadi rahasia terbuka oleh para dosen. Saya juga mengakui tanpa Baceman mungkin saya tak bisa hingga menjadi sekarang ini. Mengerjakan tugas praktikum atau kuliah, bahkan ujian semua referensi adalah berasal dari baceman. Baceman ini menjadi sebuah buku sakti pegangan yang mempermudah jalan. 

Baceman ini di beberapa fakultas, menjadi sesuatu yang dikomersialkan. MBC salah satunya adalah baceman yang diproduksi oleh DKI FF UA yang sekarang berganti nama menjadi Matrix. Berupa buku soal dan laporan yang telah di jilid dan dapat dibeli dipesan di awal semester. Baceman yang dikomersialkan ini menjadi baceman yang umum dipunyai oleh sebagian besar mahasiswa. Sebagaian besar soal yang ada di MBC memang tidak banyak berubah kecuali beberapa soal yang diupdate.

Baceman ini memiliki lingkup yang luas, biasanya soal yang ada berasal dari tahun-taun jaman dahulu banget (contoh 10 tahun yang lalu) hingga yang terbaru. Baceman tidak hanya berasal dari buku MBC juga ada fotokopian soal dan catatatn dari kakak angkatan yang difotokopi secara berjamaah dan disebarkan.

Karena hal tersebut penyebaran baceman kadang hanya ada pada segelintir orang, bahkan tidak jarang perilaku sembunyi-sembunyi baceman sehingga teman yang lain tidak tahu padahal soal yang keluar pada ujian ada yang berasal dari sana. Baceman menjadi suatu hal yang diperebutkan di setiap semester mencari kakak angkatan yang mau meminjamkan baceman saktinya pada kita. Maka persaingan terjadi disini.

Baceman ini sebenarnya timbul karena beberapa faktor :
1. Mahasiswa ingin mempermudah jalan ketika ujian perbaikan, dengan mencatat soal ujian utama baik UTS dan UAS akan mempermudah dalam mengerjakan soal ujian perbaikan
2. Soal yang tidak variatif setiap tahunnya. Tugas dan Soal yang disberikan dosen tiap tahunnya biasanya tak jauh berbeda, hal ini justru membuat mahasiswa menggantungkan baceman sebagai bank soal yang dapat dipercaya.
3. Untuk mengurangi beban kertas dan fotokopian mahasiswa yang tiap tahun menumpuk jadi lebih baik dipinjamkan saja kepada yang membutuhkan

Saya pribadi tidak pernah meminjam baceman pada kakak angkatan, saya hanya membeli baceman MBC yang menurut saya sudah lebih dari cukup untuk kumpulan soal dan laporan. Saya juga pernah menjadi korban ketidaktauan soal yang ternyata menjadi kunci soal ujian yang menjadikan sebgaian besar teman bisa mengerjakannya. Saya justru meminjamkan buku kumpulan slide dan MBC yang saya beli pada adik angkatan agar dia mudah belajar. Saya mengandalkan MBC sebagai bank soal saat akan ujian.

Tapi untuk semester 7 ini baceman ditiadakan hal tersebut membuat saya kaget. Saya tak pernah memungkiri bahwa saya membutuhkan baceman oleh karenanya saya tak pernah membenci baceman. Tapi saya juga tidak terlalu suka perilaku mbacem yang membabi-buta, menjadikan jawaban seluruh orang homogen dan tidak kreatif.

Pada hakekatnya walaupun baceman untuk semester ini tidak ada, jika perilaku mbacem tidak dihilangkan, hal tersebut sama saja membuat kemampuan berfikir menjadi rendah dan mengurangi kreatifitas. Baceman ada atau tidak tak akan mempengaruhi perilaku. Yang perlu dirubah adalah perilaku mbacem bukan ada atau tidaknya baceman.

"Setiap orang punya idealismenya masing-masing dan saya tak akan memaksakan idealisme saya pada pihak lain, karena idealisme timbul karena suatu proses belajar"

Sabtu, 06 Oktober 2012

Harga diri: Kerja Keras

Malam, Pagi, Siang, Sore Kembalilah ke Malam. kembali besok.. hari berputar cepat silih berganti. waktu berjalan tugas menanti. otak berfikir tubuh mengayomi. teman menemani..
Pernah ketika selalu aku merasa "hanyalah aku" padahal harusnya bukan aku saja, bisa juga aku menutup mata tak mengetahui tutup telinga tak peduli. Bisa saja aku menyangga kepala dan melihat apa yang terjadi.
Tapi aku ingin menyelesaikan memberikan sumbangsih tertentu ikut bernafas dalam kerja keras mengahasilkan sesautu memuaskan jiwa. tidakkah yang lain merasa tak ada harga diri jika tak bekerja keras? tidakkah yang lain merasa perlu juga melakukan sesuatu?
satu dua dan tiga lagi... sekarang aku merasa ciut tak kuasa mengerjakan semua.. kadang bahkan ingin menyerah saja
tapi aku selalu bertanya pada diriku sendiri: siapa lagi jika bukan dirimu?
"respect" atau tidaknya kita terhadapat sesuatu menjadi ukuran kualitas kita menjadi manusia. Jadi sudahkah anda bekerja keras untuk sesuatu agar meningkatkan level harga diri anda? setidaknya untuk pembelajaran pada diri